Cerita Terbaru

Tuesday 8 November 2022

Kisah Desah Teman Kampusku Pemuas Nafsuku

Kisah Desah - Hari ini aku akan berbagi cerita tentang pengalamanku masturbasi dengan seorang mahasiswi cantik yang bisa disebut juga dia adalah sahabaku sendiri yang satu kampus denganku. Akhir-akhir ini aku sering jalan bersama Rina, salah satu temen di kampus. Mulai dari nonton acara seni budaya, main-main ke museum dan nonton film.


LaguQQ, DominoQQ, BandarQ, Bandar Sakong, Dominobet, Situs Poker Online Terpercaya di Indonesia

Sebenarnya kami sudah kenal sekitar 3 tahun di salah satu kegiatan kampus dan setelah itu kita menjadi temen. Malam itu kita baru saja selesai menonton acara budaya sunda di salah satu gedung pertunjukan di Bandung. Dengan menggunakan motor, aku langsung mengantarkan Rina pulang ke rumah.

“Eh Her, aku mau copy film-film yang kemarin kamu ceritain itu dong”, kata Rina ketika kita udah di jalan.
“Kamu mau mampir? Bawa hardisk gak?”, tanyaku. Oh iya, namaku Herry.
“Iya bawa kok”

Lantas aku melajukan motor menuju rumah kontrakan. Sepanjang perjalanan, kami berbincang-bincang ringan. Tidak jarang Rina merapatkan duduknya sehingga bagian dadanya menempel di punggungku. Rina tergolong cewek yang manis, pinter dan tau gimana harus berpenampilan. Seperti sekarang ini, dia menggunakan kerudung berwarna merah marun, dibalut kemeja garis-garis serasi dengan kerudungnya dan celana jins hitam. Walaupun memakai kerudung, dia tetap tampil modis.

“Waaah, lampunya kok gak pada Rinyalain sih”, kataku ketika sampai di depan rumah kontrakan.
“Pada kemana nih anak-anak?”
“Kayaknya lagi di rumah Ryan deh. Masuk Rin”
Rumah kontrakanku ada 3 kamar dan teman-teman yang mengontrak ini juga mengenal Rina dengan baik. Aku langsung mengganti pakaian kemudian membawa laptop ke ruang tengah. Kita duduk lesehan karena memang tidak ada kursi atau sofa di rumah kontrakanku ini. Cerita Dewasa

“Nih film-film yang kemarin aku ceritain ke kamu”
“Ya udah, di-copy aja ke hardisk aku Her”, jawab Rina. “Lama yoo…”, kata Rina ketika proses copy itu lama. Kemudian dia mengambil air minum dari dispenser yang ada di dapur.
“Sambil nonton film yang lain dulu aja Rin, mau?”. Dia lantas duduk lagi disampingku.
Sekitar 2 jam, filmnya selesai juga. Sebenernya copy filmnya juga sudah selesai dari lama tapi karena film yang kita tonton seru, jadi lupa waktu. Jam menunjukkan pukul 23.40.
“Kamu dianterin sekarang?”. Rina tidak langsung jawab, dia masih melihat layar ponselnya.
“Aku nginep sini aja ya, udah kemalaman juga mau pulang”, jawab Rina agak lama.
“Oh ya udah, tidur di kamar aku aja”, kata gue sambil senyum.
“Terus Herry tidur dimana ntar?”, tanya Rina. “Dikunci ya kamar yang lain?”.
“Iya, gampang ntar. Aku tidur di sini aja”, kataku sambil menunjuk kasur lipat yang diruang tengah.

Rina sudah masuk kamar untuk istirahat. Aku tidak memiliki pikiran macam-macam soal Rina. Kedekatan kita hanya sebatas teman. Perihal melepas jilbab ketika sedang bersama aku juga tidak masalah menurut dia. Lagipula aku sudah mengenalnya sebelum dia menggunakan jilbab. “Cekreeeeek…” Aku yang masih menonton pertanDingan sepak bola sejenak memperhatikan Rina yang keluar dari kamar. “Kenapa Rin?” Dia telah melepas jilbabnya dan kemeja yang dikenakan tadi, sehingga hanya menggunakan kaos dan celana jins. “Belum bisa tidur Her”, kata Rina sambil duduk di sampingku. “Ya udah, ikutan nonton bola aja. Ntar juga ngantuk sendiri kamu”, jelasku kepada Rina sambil tersenyum. Hanya tawa kecil yang keluar dari bibirnya.

PertanDingan Liga Italia memang berbeda dengan Liga Inggris. Permainan yang lebih lambat kadang membuat penonton bosan dan ujung-ujungnya ngantuk. Setengah jam berlalu belum ada peluang emas di pertanDingan namun aku mendapatkan peluang emas itu. Rina menyandarkan kepalanya di pundakku. Baru kali ini dia bertingkah seperti itu. Aku memperhatikan wajahnya yang memang mulai mengantuk, matanya sayu. “Rina pindah kamar gih, tidur di dalam aja”, kataku sambil dengan sopan memegang tangannya. “Iya Her. PertanDingannya beneran bikin ngantuk”, jawabnya. Tanganku tidak di tepis olehnya. Rina beranjak dari duduknya dengan tetap memegang tanganku. “Temenin yuk Her”, pintanya, sedikit memaksa. “Eh,..seriusan? Gak pa-pa?”, aku tidak percaya. Rina menarikku menuju kamarku sendiri. Lantas dia merebahkan tubuhnya di sisi kasur yang dekat tembok. Aku yang masih tidak percaya hanya berdiri. Masih ada sisi luar kasur yang bisa aku pakai. Namun aku tidak berani mengambil inisiatif dengan langsung merebahkan badanku di situ. “Herry sini aja”, kata Rina sambil menepuk kasur, menunjukkan kalau aku boleh tidur di situ juga. Rina sepertinya paham kalau aku merasa tidak enak sekamar dengan dia walaupun sebenarnya ini adalah kamarku sendiri. DominoQQ

“Kamu kenapa? Takut?”, tanyaku sambil menatap langit-langit kamar. Rina hanya menggangguk dan kemudian terus menatapku yang tidur di kirinya. “Her…”, panggil Rina. Mata kita langsung saling berpandangan. Rina mendekatkan kepalanya kemudian bibirnya menyentuh bibirku. Ciuman itu terasa hangat dan lembab.
“Kenapa Rin?”, aku sebenarnya agak kaget dan langsung bertanya ketika mulut kita berhenti berciuman.
“Efek nonton film tadi Her, pas adegan romantisnya jadi pengen”, jawab Rina sambil merapatkan badannya. Aku tersenyum mendengar itu.
“Efek kelamaan jomblo juga yah?”, sindirku.
“Ihhh…Herryyy…”, Rina memukul tanganku. Kemudian aku mencium bibirnya. Kali ini tidak seperti yang tadi, lebih lama dan saling menyedot.

Aku mulai meraba dada Rina yang dari tadi udah menempel di lenganku. Masih terbungkus bra tapi sudah terasa empuk.
“Uuuhhh…”, suara itu keluar dari sela-sela mulut Rina. Dia juga tidak mau kalah meraba bagian selangkanganku. Kita udah sama-sama makin bernafsu. Kaos yang kita kenakan sudah tergeletak disamping kasur. Rina kemudian membuka bra nya sendiri.

“Woow…”, aku bergumam melihat payudara yang tergantung bebas didepan mata. Tanpa menunggu lama, aku meremas dengan lembut kedua payudara Rina yang memiliki putting mungil berwarna coklat itu.
“Aaaahhh…Heeerrr…”, Rina mendesah. Aku menjiliat puttingnya yang kanan sambil memintir puttingnya yang sebelah kiri.
“Teruuus Heeerrr…enaaaak…”, Rina mulai mendesah sambil mengacak-acak rambutku. Kemudian tangannya mencoba meraih penisku.
“Uuuhhh..enak Diiinn…”, lembut banget tangan Rina. Aku masih tetep meremas payudara Rina. Tapi setelah itu, aku mencoba membuka celana dalam Rina.
“Boleh dibuka Rin?”.
Rina menghentikan kocokannya dan melihatku.
“Takut Her…”,
“Kenapa? Kamu masih perawan?”, aku penasaran.
“Sebenernya dulu sering kayak gini sama pacar aku, cuma gak sampai dimasukin. Biasanya digesek-gesekin aja, petting doang”, jelas Rina. Kemudian dia mencium pipiku. “Gak pa-pa kan Her kalo cuma digesekin?”, tanya Rina. Bagai mendapat durian runtuh, aku tersenyum dan mengangguk. Rina lantas melepas sendiri celana dalamnya. Aku melihat bentuk vagina yang indah dengan rambut yang tidak begitu lebat. Bagian klitorisnya masih tertutup rapat. Cerita Desahan
“Rina 69 yuk”,
“Ayo aja…”.

Rina beranjak berdiri dan menindih badanku. Setelah mengatur posisi supaya nyaman, aku melenguh duluan. “Uuuuhhhhh… Rinaaaa…”, Rina sudah melahap penisku bagaikan es krim. Penisku terasa hangat di dalam mulutnya. Tangan kiri Rina juga mengocok penisku. Variasi blowjob yang dilakukan Rina membuatku sedikit lupa kalau di depan mukaku terdapat vaginanya. Tidak mau kalah, akhirnya aku mulai memainkan jari-jariku di vagina Rina. Kubuka bagian klitoris yang masih tertutup rapat dan ketika sudah terlihat daging kecil menonjol itu lantas ku elus pelan. “Aaahhhh…”, suara lenguhan Rina tiba-tiba terdengar. Tidak berhenti sampai di situ, aku mulai menjilati vaginanya. Desahan Rina makin menjadi-jadi. Selain menjilat terkadang aku menyedot dan memasukkan lidahku ke dalam vaginanya. Akhirnya vagina Rina semakin basah, tidak hanya karena ludahku tapi juga cairannya mulai keluar.


Setelah merasa cukup dengan posisi 69, Rina beranjak dan merebahkan badannya di sampingku. Nafasnya sedikit terengah-engah. Bibirnya menyunggingkan senyum. Mungkin itu semacam kode untukku agar aku melanjutkan aksi ini. Aku mulai menciumi wajahnya mulai dari kening, hidung, dan bibirnya. Kemudian turun menuju puncak payudaranya. Puttingnya sudah tegang maksimal. Rina begitu menikmati semua perlakuanku terhadap badannya. Matanya terpejam namun bibirnya sedikit terbuka, dan kadang desahan-desahan kecil keluar dari mulutnya. Perlahan-lahan aku menindih tubuhnya. Mata kita saling berpandangan lagi. Bibirnya menyambut bibirku. Aku sudah sangat bernafsu, aku agak tidak menghiraukan permintaan hanya petting saja. Rina pun begitu diliputi hawa nafsu, desahannya semakin intens. Namun dia menghentikan ciuman dan menatap mataku.

“Digesekin aja ya Her”, kata Rina mengingatkan.
“Aku udah gak tahan lho Rin. Ntar kalo keenakan terus masuk gimana?”, ledekku.
“Iiihhh…Herryyy…”, Rina tertawa kecil sambil mencubit lenganku.
“Aku yang nahan Her, udah pengalaman…”, lanjutnya.
“Tapi aku yang gak tahan. Apa gak usah aja?”, kataku sambil berpura-pura beranjak dari badan Rina.
“Herryyy….”, Rina merengek dan kemudian menarik tanganku. Bibir kita berciuman lagi. Rina melebarkan kedua pahanya dan meraih penisku supaya tepat berada di depan bibir vaginanya. Kemudian dia menggesek-gesekkan sendiri penisku dengan tangannya.
“Uuuuhhh…ssshh…”, Rina mulai mendesah ketika aku menggerakkan pinggulku. Kedua tangannya kini merangkul leherku.

“Enak Rin?”, Dia mengangguk dan ikut menggoyangkan pinggulnya.
“Heeerrr… Uuuhhh…”, desah Rina diiringi kepalanya yang bergerak ke kiri dan ke kanan. Di bawah sana, kepala penisku hanya menggesek-gesek bibir vagina Rina yang semakin basah. Ujungnya benar-benar tepat di lubang vagina sehingga kalau aku nekat dan khilaf perawan Rina bisa-bisa tembus oleh penisku. Cerita Mesum

“Aku ganti diatas aja Her”, kata Rina. Kita bertukar posisi, women on top. Rina menekan penisku tepat di vaginanya. Dia lalu mulai bergerak maju mundur. Payudaranya ikutan bergoyang.
“Aaassshhh…uuuhhh…Heeerrr…”, mulut Rina mendesah semakin nyaring. “Heeerrr…mainin tetek akuuu…ssshh…”.
Tanganku lantas meraih dua buah payudara yang menggantung itu. Ternyata Rina semakin mempercepat gerakannya. Pinggulnya bergeak ke kiri, ke kanan, ke depan, ke belakang. Mungkin sebentar lagi dia akan mendapatkan orgasmenya. Aku sebenarnya juga sudah tidak tahan. Tapi sayang sekali kalau cuma petting saja membuat orgasme. Apalagi kali ini lawannya salah satu teman yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Otakku berputar mencari cara agar aktivitas tak terduga bersama Rina ini berkesan.

“Aaaaahhhh…!!!”, Desahan panjang dari Rina membuyarkan pemikiran-pemikiranku. Badannya mengejang beberapa saat kemudian melemas. Rina memeluk tubuhku. Rina sudah mendapatkan orgasmenya.
Nafas Rina masih memburu. Aku mengelus rambut hitam bergelombang miliknya. Cukup lama juga, kita diposisi seperti itu.
“Herry belum keluar yah?”,
“Belum Rin. Tapi kalau kamu capek, ya gak pa-pa kok”, aku mencoba mengerti walaupun sebenarnya merasa nanggung.
Rina mengubah posisi dan langsung memegang penisku yang masih tegang. Lagi-lagi tindakan tiba-tiba yang mengasyikkan, Rina melakukan blowjob. Kepalanya terlihat naik turun.

“Aasshhh…”, aku hanya bisa mendesis seperti itu. Kemudian secara reflek aku memegang kapala Rina dan menahannya. Aku menggerakkan pinggul seoalah-olah aku sedang ML dengan mulut mungilnya.
Seketika Rina melepas emutannya dan melihatku. Aku agak kaget karena takut dia tidak suka ketika aku menahan kepalanya seperti tadi.
“Udah mau keluar? Jangan di mulut, gak suka”, kata Rina.
“Terus dimana?”

Rina melanjutkan mengocok penisku. Kali ini lebih cepat. Aku yang sudah tidak tahan langsung mengejang diiringi sperma yang keluar dan muncrat hingga mengenai payudara Rina. Kemudian dia menjilat penisku untuk dibersihkan.
“Capeeek…”, kata Rina ketika sudah selesai. Dia langsung merebahkan tubuhnya di sampingku.

“Yuk tidur…”
“Pakai dulu bajunya ntar kamu keDinginan”, kataku sambil mencoba beranjak dari kasur. Tapi tangan Rina menahan.
“Kan bisa minta peluk kamu”, jawab dia sambil memelukku. Tiba-tiba tangannya iseng mengelus-elus penisku. Mataku yang hampir terpejam menjadi sedikit melirik polah iseng Rina.


“Ntar kalau tegang lagi, aku masukin memek kamu lho”, ancamku.
“Mau dong, hihihi…”, Rina malah menggodaku. Kemudian dia membalik badannya dan memunggungiku.
“Sabar ya Her, ntar ada waktunya kok”, Rina menggumam.
Samar-samar aku mendengar kata-kata yang diucapkan Rina. Namun tidak terlalu yakin dengan maksud kata-kata itu. Perasaanku campur aduk, kaget, senang dan berharap bisa melakukan seperti ini lagi bersama Rina.

No comments:

Post a Comment